Jumat, 06 November 2015

(Cerpen) Mas Raka...

Cerpen ini terinspirasi oleh mimpi tadi malam:

Mas Raka...

Mas Raka bukanlah tipe pria yang aku benci. Tapi bukan pula yang aku cinta. Hanya teman jika bisa dikatakan demikian.

Sebaliknya mas Raka tidak demikian kepadaku. Dia cinta, dia sayang. Mas Raka sudah berkali-kali menyampaikannya langsung. Bahkan perbuatannya menunjukkan seperti itu. Tapi aku tetap rigid. Aku wanita paling batu sedunia, aku akui.

Tapi malam ini kalau kalian mau tau, aku berubah. Wanita paling batu ini sudah pecah. Wanita rigid ini mulai mencintai Mas Raka. Cinta muncul di detik dimana Mas Raka dihantam keras oleh sebuah mobil yang hampir menabrakku, kalau saja tubuhku tidak didorong oleh Mas Raka.

"Dek, Mas Raka mau main film-filman sekarang..", kalimat ini spontan terlontar dari Mas Raka. Kalimat yang tidak pas buatku dengan kondisi dimana Mas Raka yang sedang terkapar di pangkuanku. Kepalanya berdarah, kakinya patah.

"Mas jangan bercanda dulu deh!"

"Dek, jangan khawatir, mas tidak apa-apa. Mas bisa merasakan kalau tubuh mas sendiri baik-baik saja.". Mas Raka diam sejenak lalu melanjutkan kalimatnya, "Mas pura-puranya lagi sekarat ya sekarang, kayak di film, terus kamu nanti teriak-teriak 'jangan tinggalkan aku mas!! Jangan' gitu ya.."

"Mas!!!", aku tentu marah dengan permintaan anehnya ini. Mas Raka ini memang terkenal sebagai orang yang senang bercanda. Tipikal orang yang selalu tenang di setiap kondisi.

"Please, kondisinya pas ini dek...", Mas Raka tersenyum, mencoba menunjukkan kalau dia memang baik-baik saja.

"Baiklah..", aku menyerah. Anggap saja ini sebagai bukti cinta perdana aku padanya.

Kemudian Mas Raka menutup matanya, berpura-pura pingsan. Kepalanya dijatuhkan. Aktingnya luar biasa.

"Jangan tinggalkan aku mas, jangan.", aku ucapkan kalimat yang diminta oleh Mas Raka. Tidak teriak tapi pelan saja. Tidak berpura-pura tapi.....memang berasal dari dalam.

Aku berimprovisasi dengan dialog, "Mas Raka, adek minta maaf kalau selama ini....", aku terdiam, air mataku mulai jatuh.
"....kalau selama ini adek tidak bisa membalas cinta Mas Raka.", aku terdiam lagi.

"Aku sayang Mas Raka. Jangan tinggalkan adek.", kututup dengan kalimat tersebut. Aku peluk tubuh Mas Raka semakin erat. Aku berharap aktingnya selesai sekarang juga dan dia membalas pelukan aku. Dan mungkin setelah itu kami berciuman.

Tapi Mas Raka masih diam saja. "Mas udah dong mas!", aku goyang-goyang tubuhnya. Dia masih mau berpura-pura pingsan.

Aku coba rasakan suhu tubuhnya, dingin. Denyut nadinya, nihil. Aliran udara melalui hidungnya, pergerakan di dadanya. Nihil juga.

Ya Allah, Mas Raka sudah tidak berpura-pura lagi.

.

  © This site designed by ndakmaupakeotak @2008